Rabu, 30 September 2015

Sejarah GITJ

MENGENAL GITJ DARI DEKAT

Pendahuluan
Sejarah gereja sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik tempat dimana gereja itu dilahirkan. Demikian juga sejarah lahirnya gereja Mennonit sangat dipengaruhi oleh adanya penyimpangan/ pembelokan firman Tuhan oleh para imam Katholik untuk kepentingan pribadi. Para imam menjadikan umat sebagai sasaran untuk pemenuhan kepentingan pribadi melalui penjualan Surat Indulgensia/Aflat ( Pengampunan Dosa ). Para imam mempropaganda umat untuk membeli surat Indulgensia supaya dosanya diampuni. Semakin banyak surat aflat yang dibeli seseorang maka makin besar dosa yang diampuni dan makin besar juga kemungkinannya untuk masuk surga. Hal ini dapat dikatakan bahwa keselamatan itu hanya milik orang – orang yang berduit saja .

MENNO SIMON
Dari kenyataan inilah gereja menonit lahir di Swiss 1525 yang merupakan bagian dari gerekan reformasi yang berupaya untuk memulihan gereja Tuhan kembali kepada kebenaran Kitab Suci sebagai firman Allah yang hidup. Gereja Menonit merupakan bagian dari gerakan Anabaptis yang muncul di daratan Eropa yang tak berselang lama setelah munculnya gerakan Reformasi dari Martin Luther. Gereja Menonit saat ini sudah berkembang di lima benua yang tersebar di 75 negara dengan jumlah 1.478.540 yang terdiri dari 217 Sinode termasuk 3 Sinode di Indonesia. ( Mennonite World Directory/ 2006 ) Jumlah warga jemaat gereja menonit di Indonesia saat ini lebih kurang 75.000 jiwa baptis.


Sebagai orang GITJ yang juga orang Menonit kita perlu memahami GITJ yang tak terlepas dari komunitas Mennonite di dunia, dan juga lingkungan budaya dimana gereja itu berada dan berkembang, sehingga  sangatlah penting  untuk memahami GITJ sebagai gereja menonite yang yang tidak sama persis  dengan induknya yaitu gereja Mennonite di negeri Belanda secara khusus, Eropa, dan Amerika Utara ( Amerika dan Kanada ). Untuk memperoleh gambaran yang lebih konkrit tentang perjalanan sejarah GITJ dari lahirnya sampai saat ini adalah sebagai berikut :

II.          Perjalanan GITJ

A.      Periode 1851 – 1940

1.       Usaha Penginjilan DZV 

Gereja Injili di Tanah Jawa secara formal diakui  adalah buah pekerjaan Badan Misi dari Nederland  DZV ( Doopsgezinde Zendings Vereeneging ) yang dibentuk pada tahun 1847. Empat tahun kemudian DZV mengutus Pieters Janz ke Indonesia tahun 1851 tiba di Jakarta, oleh karena Pieter Jansz tidak mendapatkan tempat untuk mengabarkan Injil, maka atas saran Gubernur Jenderal pemerintah Kolonial Hindia Belanda, Jans disarankan ke Jawa. Pieter Jansz tiba di Jepara tahun 1852, menetapkan dan mendapatkan ijin dari Gubernur Jenderal untuk membuka ladang pelayanan di daerah Cumbring-Jepara di areal perkebunan milik Sukias seorang Armenia. 

  1.1.  Buah Pertama Pieter Jansz. 

Dengan semangat pantang menyerah untuk memberitakan Injil kepada orang – orang yang bekerja di perkebunan Sukias, maka pada tanggal 16 April 1854 Jansz berhasil membabtis 5 orang yang percaya kepada Kristus. Kelima aorang tersebut yaitu : Djo Santiko ( Paulus Rebo ), Nyi Paloh ( Djamiah ), Dimah ( Zusana ), Nyi Rasinah ( Magdalena ), Mbok Setro ( Elizabeth Lasiah ).

  1.2.  Perceel sebagai Metode Baru Pekabaran Injil 

Setelah Pieter Jansz mendapat masalah dari pemerintah Kolonial yaitu Pieter Jansz dilarang memberitakan Injil oleh karena Traktat  Jansz yang berjudul “ Waktunya sudah dekat,kerajaan Allah sudah dekat, bertobatlah dan percayalah pada Injil “,sangat meresah stabilitas polotik Koloniall pada saat itu ( 1859 ), maka Jansz lebih memfokuskan diri pada penterjemahan Alkitab dalam bahasa Jawa. Lalu DZV mengutus ND Schuurman sampai dengan tahun 1876. Akan tetapi karena alasan kesehatan Schuurman harus pulang, kemudian DZV mengutus Pieter Anthony Jansz ( Jansz muda ) menggantikan ayahnya sebagai penanggung jawab pekerjaan misi di Indonesia. Melalui sentuhan kreativ Jansz inilah ide membuka koloni – koloni atau lebih terkenal Perceel yang dari Jansz tua ( ayahnya ) dinyatakan di beberapa daerah yaitu : Margorejo (1881), Margokerto ( 1901 ), Bumiharjo ( 1910 ), dan Pakis Suwawal ( 1925 ).

Dengan menggunakan metode Perceel pekabaran Injil berkembang dengan cepat , sehingga mendorong Jansz muda untuk membuka sekolah – sekolah Kristen dan poliklinik – poliklinik di setiap perceel.


    1.2.1.    Pendirian Rumah Sakit Kelet, Gereja Kelet,dan Donorojo.

Setelah berhasil mengembangkan Poliklinik di Margorejo, maka kemudian ada upaya untuk membangun di beberapa tempat. Kemudian Dr. Bervoet yang diberi tugas mencari tempat pendirian Rumah Sakit mengadakan perjalanan untuk mensurvei tempat di beberapa daerah seperti  Bangsri, Banjaran dan akhirnya menemukan tempat yang cocok yaitu hutan Sibebek ( Kelet ) 1908. Rumah Sakit kelet diresmikan tanggal 7 Januari 1915 dan Rumah Kusta Donorojo tanggal 30 April 1916

Setelah Rumah Sakit Kelet beroperasi, banyak orang yang datang berobat dan mulai menetap di Kelet sehingga tahun 1927 mulailah pembangunan gereja Kelet dan mulai dipakai tahun 1930.



MUSYAWARAH PEMIMPIN GEREJA DI KELET 1940

1.3.  Pekerjaan Penginjil Pribumi 

1.3.1.   Tunggul Wulung 

Setelah menerima pengajaran Kristen dari Jellesma ( NZG ) di Mojowarno. Tunggul Wulung dengan semangat sebagai seorang “ Guru Ngelmu “ yang ditekuni sebelum ia menjadi Kristen berkelana untuk memberitakan Injil kepada siapa saja yang ditemui di perjalanan. Setelah merasa cukup berguru dengan Jellesma, Tunggul Wulung mengadakan perjalanan pemberitaan Injil ke sekitar Muria, tempat dimana ia pernah berada sebelum berguru di Mojowarno pada Jellesma. Dalam perjalanannya di sekitar Muria, tahun 1853 Tunggul Wulung sampai di daerah Kayuapu, dalam usaha pemberitaan Injil di daerah Kayuapu ada beberapa orang yang mengenal  kekristenan darinya. Kemudian setahun 1854 kemudian Tunggul Wulung sampai di daerah Jepara dan bertemu dengan Pieter Jansz. Oleh karena merasa tidak cocok dengan PieterJansz maka Tungglul Wulung melanjutkan perjalanan di daerah Bondo. Kebetulan di daerah Bondo sudah ada orang yang tertarik dengan kekristenan sebelum ia datang ke Bondo yaitu Lahut Gunowongso bersama keluarga yang pindah dari daerah Simongan Semarang. Di Bondo ini rupanya Tunggul Wulung menemukan kecocokan, sehingga Ia memutuskan tinggal di Bondo dan membuka desa perdikan seperti yang dilakukan oleh Penginjil Coolen di Ngoro dekat Mojowarno


Dari Bondo Tunggul Wulung teringat akan teman- temannya yang berada di daerah Ngluwang Kawedanan Margotuhu, sehingga ia menutuskan untuk memberitakan  Injil ke sana. Ternyata orang – orang yang dicari sudah tidak ada, sehingga ia memutuskan untuk memberitakan Injil ke daerah Dukuhseti. Kemudian Tunggul Wulung membangun padepokan Kristen untuk para pengikutnya di daerah Jati Kurung, namun oleh masyarakat Tunggul Wulung di paksa pindah ke daerah pantai di dekat mata air ( walau di dekat pantai namun airnya tawar ) sehingga tempat di mana Tunggul Wulung membangun jemaatnya dinamakan Banyutowo 1864.


Terdorong untuk terus memberitakan Injil, setelah Tunggul Wulung berhasil membangun Padepokan di Banyutowo untuk para pengikutnya, ia bergeser ke Utara yaitu Tegalombo. Di Tegalombo juga Tunggul Wulung berhasil membangun Padepokan untuk para pengikutnya.


1.3.2.        Pasrah Noeriman 

Orang – orang Kayuapu yang tertarik pada Injil oleh pemberitaan Tunggul Wulung adalah Noeriman, Taruno, Singojoyo, dan Pramongso. Kemudian keempat orang tersebut minta bantuan Pdt. Hoezoo ( NZG ) dari yang berada di Semarang untuk memberi pelajaran yang lebih dalam dalam tentang kekristenan, sehingga mereka berempat dibabtis oleh Pdt. Hoezoo tanggal 16 Juni 1853 di Semarang. Setelah dibabtis mereka kembali ke Kayuapu dan memberitakan Injil. Sebagai orang yang dituakan Noeriman mendapat kepercayaan untuk menjadi pemimpin kelompok orang Kristen di Kayuapu karena Hoezoo tinggal cukup jauh di Semarang.

Dilanjutkan oleh Asa Kiman yang berasal dari Jawa Timur murid Jellesma, Filemon, kemudian sebelum bergabung dengan badan Misi Mennonite di tahun 1901, Kayuapu dilayani oleh Gersom Filemon anak Filemon. Dengan bergabungnya jemaat Kayuapu dengan misi Mennonite ( DZV ) di tahun 1901, maka Kayuapu resmi menjadi tanggung jawab oleh DZv, sehingga DZV menempat Johan Fast ( anak menantu Pieter Jansz ) yang semula menetap di Margorejo pindah ke Kayuapu.


 ANAK – ANAK DAN GURU – GURU SEKOLAH DI KAYUAPU

1.3.3.        Pasrah Karso 

Berita Injil pertama kali di dengar oleh Pasrah Karso dari Tunggul Wulung ketika ia dan keluarganya masih tinggal di Ngalapan ( dekat Juana ). Setelah ia pindah di Pulojati ( Pecangaan ) ia makin rindu untuk mendengar berita Injil yang lebih jelas. Kemudian ia berkunjung ke Kayuapu dan terkesan oleh persekutuan orang – orang Kristen di Kayuapu, kemudian setelah kembali ke Pulojati ia memutuskan untuk menjadi orang Kristen dan dibabtis oleh Pieter Jansz.

Sebagai orang Kristen Pasrah Karso terpanggil untuk memberitakan Injil seperti Tunggul Wulung dan juga gurunya, sehingga ia memutuskan untuk membuka daerah baru untuk orang Kristen. Tahun 1861 Pasrah Karso pindah ke Bondo bersama Tunggul Wulung. Tahun 1869, Pasrah Karso berhasil membuka hutan Penjalin di Desa Karang Gondang, dan dinamai Kedung Penjalin. Pasrah Karso memimpin jemaat Kedungpenjalin sampai tahun 1895, karena alasan usia. Kemudian jemaat bergabung dengan DZV tahun 1895 dan dilayani oleh Johann Hubert dari Rusia.



B.     Periode 1940 – 1965

1.       Menuju Proses Kemandirian 

Pecahnya PD II membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan bergereja, oleh karena banyak para misionaris yang harus pulang ke Eropa dan juga suplai bantuan untuk jemaat Kristen di Jawa sangat berlkurang sehingga gereja saat itu mengalami goncangan seperti anak ayam kehilangan induknya. Sebab semula menggantungkan semuanya dari uluran tangan para misionaris dan demikian juga penataan gereja semua diurus oleh para misionaris. Dalam situasi seperti para pemimpin gereja dari kalang orang Jawa tergerak untuk mengadakan musyawarah dan menggalang persatuan antar gereja, maka pada tanggal 30 Mei 1940, ada 12 gereja yang mengadakan musyawarah di Kelet untuk membentuk wadah kebersamaan yang disebut “ Patunggilan Pasamuan Kristen Tata Injil Ing Karesidenan Pati Kudus lan Jepara. Dari peristiwa inilah kemudian dijadikan sebagai momentum berdirinya Sinode GITJ. Nama Gereja Injili di Tanah Djawa ( GITD ) muncul dalam persidangan di pati tanggal 28 – 30 Juni 1949, namun belum diumumkan hanya dicatatkan dalam sebagai badan Hukum di pemerintah di Jakarta. Secara defacto nama GITJ dipakai sejak sidang Sinode VII di Kudus tanggal 14 – 16 Mei 1956 sampai sekarang.




C.     Periode 1965 – 1996

1.       Proses Kemandirian yang tersendat 

Jalan menuju kemandirian ternyata tidaklah segampang membalik tangan. Secara organisasi GITJ sejak awal tahun 1960 menjadi gereja yang mandiri karena seluruh pemimpin gereja adalah orang – orang pribumi. Selain itu juga Sinode GITJ berhasil mengembang lembaga pelayanan untuk menuju pelayanan Holistic yaitu memperhatikan kebutuhan umat dari sisi spiritual dan jasmani. Hal itu di buktikan dengan berdirinya lembaga sebagai berikut :

1.1.  Lembaga Pendidikan

Bopkri, PGAK, AKWW

1.2.  Lembaga Kesehatan : RSK Tayu

1.3.  Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Jemaat ( YAKEM )

1.4.  Lembaga Perawatan anak – anak terlantar ( Pakri )

Melalui lembaga pelayanan – pelayanan tersebut dan pelayanan penginjilanl sesuai konteks, maka banyak jiwa – jiwa yang percaya Yesus. Terutama tahun 1965 – 70 an pertambahan jumlah orang percaya sangat significan. Oleh karena peristiwa G 30’S memaksa semua orang harus memiliki agama dan dicantumkan diidentitasnya. Namun sayang hal tersebut dibarengii dengan kemampuan untuk menggali dana dan kemampuan managemen yang baik sehingga gereja masih terus bergantung pada bantuan badan Zending ( Komisi Jawa, MCC, EMEK sehingga memberi dampak yang kurang baik dalam perjalanan sejarah GITJ.



2.   Awal Mula Petaka 



Pertambahan jumlah orang percaya pada Yesus adalah hal sungguh menggembirakan, tetapi  karena tidak diimbangi dengan kemampuan managemen yang baik maka yang terjadi adalah perebutan kekuasaan baik untuk menguasai massa ( Jemaat ) maupun untuk menguasai asset gereja, sehingga berakibatt kehancuran baik secara organisasi maupun iman para pemimipin gereja. Perpecahan GITJ dimulai dari perebutan kekuasaan dan asset gereja. Mulai dari RSK Tayu, Yakem, PAKRI, Bopkri dan AKWW. Yang berakibat 1989 ada dua kubu di Pati dan di Salatiga ( Sinode ) bayangan.

Peritiwa sangat tragis terjadi 1996 secara resmi Sinode GITJ pecah jadi dua Sinode. Sinode pro pembaharuan dengan anggota gereja 57 dari 73 gereja anggota, yang berkantor di Jl. Diponegoro dan sisanya berkantor di Jl. Penjawi dan di dukung pemerintah melalui Dirjan Bimas Kristen.

           
D.     Periode 1996 – 2000

Upaya Rekonsiliasi

Konflik di GITJ mengundang keprihatinan dan perhatian beberapa Mitra misalnya.

1.       Sinode GKMI

2.       BMGJ, PGIW, PGI ( Ekomenis )

3.       MWC, AMS ( Sesama Mennonite )

4.       MCC, ADS ( Mitra kerja )

5.       Pdt. Lawrence dan Sherly Yoder ( Fasilitator dan Mediator )

6.       Pdt. Duane Ruth Heffelbower ( MCC )

Langkah konkrit untuk menuju rekonsiliasi terus diupayakan oleh para mediator dan fasilitator sehingga tahun 1998 ada pertemuan kedua belah pihak di Elika Bandungan, Wisma Sinode GKMI, Wisma LPMI. Dari pertemuan – pertemuan tersebut disepakati uuntuk mengadakan pertemuan resmi kedua BPH Sinode. dan terjadi tanggal 23 Juni 2000 di Bandungan dengan menghasilkan sidang bersama dengan agenda kesepakatan bersatu dan dilanjutkan dengan Pertemuan Raya dengan mengundang seluruh gereja anggota. Dalam pertemuan tersebut disepakatan Deklarasi Bandungan 2000.

E.      Periode 2000 – sekarang

1.       Deklarasi Bandungan mengantar gereja – gereja untuk menuju puncuk rekonsiliasi yang terjadi tanggal 9 – 11 Nopember 2000, menghasil BPH Sinode Rekonsiliasii dengan masa bakti 2000 – 2002 yang disebut Sidang SRI dengan model Power Sharing ( 50 – 50 yang jadi BPH ).

 2.       Sidang Raya XIX di Margokerto 14 – 16 Nopember 2002 menghasil BPH masabakti 2002 – 2007, TD/TL, dan Renstra

3.       Sampai saat ini gereja anggota Sinode sebanyak 100 gereja , pepanthan 119  buah, jumlah jemaat 65.000 jiwa




III.                Penutup


Sejarah perjalanan GITJ sangat unik, sehingga perlu untuk dipahami, dimengerti, dan dikembangkan bagi kemuliaan Tuhan. Amin

IV.                Dattar Pustaka

1.       Martati Ins. Kumaat, Benih Yang Tumbuh V , ( Studi DGI : Jakarta, 1973 )

2.       Mattijsen, JP, Asas – asa Sejarah Mennonite, ( Sinode Muria : Semarang, 1958 )

3.       World Directory  2006, of Mennonite World Conference

4.       Yoder, LM, Naskah Sejarah GITJ,  ( Sinode GITJ : Pati, 2006 )

5.       Kumpulan naskah seminar, Langkah GITJ Menuju Jemaat yang Misioner ( Sinode GITJ : Pati , 2004

6.       Kumpulan Naskah Seminar, 150 TAHUN NAPAK TILAS JEJAK PITER JANSZ, (  Panitia Napal Tilas 150 tahun Pieter Jansz : Jepara , 2001 )

Sumber : http://gitjbanyutowo.blogspot.co.id
Sebelumnya
Selanjutnya

0 komentar: